Cerita Rakyat : SI TONGKAT SAKTI


Si tongkat sakti
Kisah ini dimulai dari satu keluarga sederhana. Mereka mempunyai sepasang anak lelaki dan perempuan. Namanya Rambun Pamenan dan Reno Pinang. Sewaktu Rambun dan Reno masih kecil, ayah mereka meninggal. Ibu mereka bernama Lindung Bulan,wajahnya sangat cantik, walaupun sudah beranak dua kecantikannya seakan tak pernah pudar.
Karena kecantikannya inilah banyak orang yang melamar Lindung Bulan setelah kematian suaminya. Akan tetapi, dia lebih senang tetap menjanda. Ia ingin menumpahkan segala kasih sayangnyahanya kepada anak-anaknya saja, ia tak tega anak-anaknya berayah tiri.
Kecantikan Lindung Bulan didengar oleh Raja Angek Garang, penguasa negeri Terusan Cermin. Raja ini terkenal garang (kejam), seperti namanya. Dia ingin memperistri Lindung Bulan. Oleh karena itu, diperintahkannya hulubalang yang dipimpin oleh Palimo Tadung menjemput Lindung Bulan.
“ampun Tuanku, bagaimana jika janda itu menolak?” Tanya Palimo Tadung.
“bodoh!” bentak Raja Angek Garang.
“jika menolak dibawa dengan baik-baik, harus dibawa dengan paksa. Jangan sampai tugasmu gagal!”
“ampun tuanku, titah Tuanku segera kami laksanakan!”
“bodoh! Jangan hanya banyak bicara. Cepat pergi ke rumah Lindung Bulan. Jika perlu kau boleh membawa kendaraan istimewaku!”
Palimo Tadung mula-mula membujuk Lindung Bulan dengan aneka janji yang muluk-muluk agar janda itu bersedia diperistri Raja ANgek Garang. Namun segala usahanya sia-sia belaka. Lindung Bulan tetap ingin mengasuh anaknya saja.
Demikianlah, karena janda itu tidak mau dibawa dengan baik-baik maka para Palimo Tadung menculiknya dengan paksa. Lindung Bulan dibawa naik kuda terbang ke istana Rajo Angek Garang.
Karena menolak menikah dengan raja itu, Lindung Bulan dimasukkan ke penjara. Bertahun-tahun Lindung Bulan dikurung dalam penjara tanpa kabar berita. Rambun dan Reno pun tumbuh menjadi remaja yatim piatu. Pada suatu hari, Rambun pergi untuk mencari Balam (burung tekukur). Tiba-tiba dia bertemu dengan seorang pemburu yang sedang berteduh di balik semak belukar. Namanya ALang Bangkeh. Setelah berbincang-bincang, pemburu itu mengetahui bahwa Rambun adalah anak Lindung Bulan. Kemudian, Alang Bangkeh menceritakan keadaan Lindung Bulan yang telah bertahun-tahun ditawan oleh Rajo Angek Garang.
Alang Bangkeh mengetahui keadaan Lindung Bulan karena ia sering berkelana menjelajahi berbagai negeri. Sejak hari itu, Rambun sering termenung dan sering marah-marah. Kakaknya menjadi bingung dan akhirnya ia bertanya mengapa adiknya bertingkah seperti itu. Kemudian rambun menceritakan apa yang didengarnya dari Alang Bangkeh.
Rambun sangat menyesalkan tindakan kakaknya karena tidak memberitahu peristiwa yang menimpa ibunya. Sejak saat itu Rambun tekun belajar silat dan menuntut ilmu untuk membebaskan ibunya. Akhirnya, Rambun memutuskan untuk pergi. Reno tidak mampu mencegahnya. Dia menyediakan perlengkapan untuk perjalanan adiknya. Dengan perasaan sedih, dia melepas Rambun pergi.
Reno berkata,”Aduhai, adikku Rambun Pamenan selama ini aku yang merawat dan menjagamu. Bagaimana nanti jika kau sendirian?”
“memang aku masih muda, tetapi aku seorang laki-laki. Kakak tidak perlu cemas” Jawab Rambun menguatkan hati kakaknya.
Semua orang tahu bahwa negeri Terusan Cermin berada di seberang hutan belantara. Akan tetapi, tidak ada yang tahu di seberang hutan belantara yang mana negeri itu berada. Meskipun demikian, tekat rambun telah bulat untuk membebaskan ibunya. Kakaknya sering berkata bahwa setiap cita-cita yang luhur, bagaimanapun sukarnya, akan dapat diraih dengan kerja keras dan sungguh-sungguh. Kata-kata itulah yang selalu menjadi pegangannya. Reno mengiringi kepergian adiknya itu dengan panjatan do’a yang terus menerus kepada Tuhan Yang Mahakuasa.
Sementara itu Rambun telah menjelajahi hutan belantara. Karena perjalanan yang jauh dan sukar, bekalnya habis, ia kelelahan dan kelaparan akhirnya Rambun jatuh sakit. Pada saat itulah Rambun merasa Reno seperti mengirimkan ramuan penangkal lapar berupa sebungkus nasi dan sebutir telur rebus. Ramuan itu dibawa oleh balam berwarna tembaga, mainan kesayangan Rambun.
Kejadian itu berlangsung beberapa kali sampai Rambun tiba di sebuah ladang di tepi hutan. Rambun menumpang pada orang tua pemilik lading. Rambun ingin memulihkan badannya yang sangat letih setelah melewati hutan belantara. Akan tetapi, dia juga ikut berladang. Rambun bekerja keras di lading itu sehingga pemilik lading kagum kepadanya. Malamnya, ketika berdiang di dekat api unggun sambil membakar ubi, peladang itu bertanya,
“kau masih muda, mengapa sampai ke sini? “. Rambun kemudian menceritakan maksud dan tujuannya berkelana. Ia juga menceritakan pengalamannya saat menempuh hutan belantara.
Setelah mendengar cerita Rambun; orang tua itu memberi tahu bahwa Rambun telah menempuh hutan yang salah.
Katanya,”Seharusnya kau menepuh hutan sebelah barat, Nak. Akan tetapi, tak apalah. Tuhan yang menghendaki supaya kita bertemu.”
Keesokan harinya, Rambun tetap bekerja seperti biasa. Ia belum berkeinginan untuk meninggalkan lading itu meskipun telah dipersilahkan oleh si pemilik lading. Tidak sia-sia Rambun tinggal disana. Ubi dan jagung yang ditanamnya sudah dapat dipanen. Tanah digemburnya untuk ditanaminya lagi.
Setelah itu, barulah dia pamit. Peladang tua itu member Rambun sebatang tongkat.
Katanya,”Gunakanlah dalam perjalanan. Namanya Tongkat Manau Sungsang. Tongkat ini akan berguna nanti”
Rambun kemudian jalan melintasi hutan belantara yang ditunjukkan peladang tua itu. Setelah lama dia berjalan, tiba-tiba ia melihat seekor ular besar sedang melilit orang. Pada awalnya dia merasa takut. Ular itu terlalu besar,sehingga orang yang dibelit seakan tak bisa bernafas lagi. Rambun merasa kasihan, ingin menolong orang itu. Tapi bagaimana caranya ia menolong? Namun ketika ingat tongkat Manau SUngsang pemberian si Peladang tua akhirnya Rambun memberanikan diri mendekat dan memukul kepala ular itu sekuat tenaga sehingga lilitannya lepas. Ular itu pun mati seketika.
Ternyata orang yang dililit ular itu adalah seorang perimba yang tertidur dan tak sadar ketika ular datang melilitnya.
“ terima kasih anak muda. Kau telah menyelamatkan nyawaku,” kata orang itu.
“Sebenarnya kau ini hendak kemanakah?”
“saya hendak ke Negeri Terusan Cermin” Jawab Rambun.
Alkisah, perimba itu ternyata mempunyai kemampuan luar biasa, ia bisa berlari cepat bagaikan burung garuda dan menerbangkan Rambun ke negeri Terusan Cermin tempat Rajo ANgek Garang berkuasa. Perjalanan yang sangat jauh ditempuhnya dalam sekejap mata. Rambun diturunkan di tepi dusun. Rambun merasa sangat lapar ketika tiba di dusun itu. Didatanginya sebuah kedai nasi (lepau). Tak ada orang lain di tempat itu selain seorang wanita pemilik lepau. Dia sedang bernyanyi mengisi waktu. Setelah masuk ke lepau itu, Rambun berkata,
“Ibu,aku lapar sekali, tetapi aku tidak mempunyai uang. Berilah aku pekerjaan apa saja untuk membayar nasi”
Karena iba, wanita itu memberi makanan dengan Cuma-Cuma. Untuk membalas kebaikannya,Rambun bekerja di lepau itu. Tidak henti-hentinya Rambun bekerja keras untuk pemilik lepau itu. Ia menyediakan kayu bakar dan memperbaiki bagian-bagian rumah yang sudah rusak. Oleh karena itu, suami-istri pemilik lepau mengaguminya. Pada waktu luang dikunjunginya negeri Rajo Angek Garang. Ia mempelajari seluk beluk negeri itu untuk mengetahui di mana ibunya ditahan.
Akhirnya,semua pekerjaannya selesai dan rambun meminta izin kepada suami istri pelepau itu. Hati kedua pelepau itu sedih berpisah dengan Rambun. Mereka member Rambun sepasang baju untuk mengganti baju Rambun yang telah using dan robek. Setelah sampai di negeri Terusan Cermin, Rambun segera mencari penjara tempat ibunya ditahan. Tujuh orang hulubalang berjaga-jaga di sana. Rambun berkata kepada salah satu di antaranya bahwa dia ingin menemui wanita yang ditawan di dalam penjara itu. Hulubalang itu tertawa terbahak-bahak. Dipanggilnya teman-temannya dan berkata,
“Hai,kawan-kawan. Lihat, anak kecil ini mau membuat masalah”
Seorang hulubalang mengangkat Rambun. Ia melemparkannya ke temannya yang lain. Selanjutnya,Rambun dipermainkan oleh mereka. Setelah letih, mereka melempar Rambun ke tanah dan kemudian ditendangi. Lama-lama hilang kesabaran anak muda itu,Rambun memukulkan tongkat Manau Sungsang sehingga mereka lari kesakitan. Saat itulah Rambun mengetahui bahwa Manau Sungsang adalah tongkat sakti. Melihat anak buahnya tak berdaya, Palimo Tadung datang dengan marah.
Ketika Palimo Tadung mencabut pedangnya, Rambun mendahuluinya memukulkan tongkatnya. Pukulan Rambun mengenai kepala Palimo Tadung sehingga tewas. Peristiwa itu disampaikan hulubalang kepada Rajo Angek Garang. Rajo Angek Garang menjadi sangat marah. Ia mencabut pedangnya dan menusukkanyya ke salah seorang hulubalang hingga tewas. Hulubalang yang lain lari tunggang langgang. Dengan pedang berdarah terhunus, Raja Angek Garang menyerbu Rambun. Raja itu sangat marah. Ia mencabut pedangnya dan menusukkannya ke salah seorang hulubalang hingga tewas. Hulubalang yang lain lari tunggang langgang. Dengan pedang berdarah terhunus, Raja Angek Garang menyerbu Rambun. Raja itu sangat marah.  
Ayunan dan tusukan pedangnya menyambar-nyambar. Ketika Rambun memukulkan tongkatnya, ternyata kesaktian tongkat itu tidak mempan. Raja terus menyerang. Rambun berpikir bahwa kesaktian lawannya pasti terletak pada pedangnya. Oleh karena itu, ketika Raja ANgek Garang mengangkat pedagnya tinggi-tinggi, Rambun melompat dan memukul pedang itu. Pedang itu terlepas dari tangan Raja Angek Garang. Setelah kehilangan pedang gerakan silat Raja Angke Garang menjadi lamban.
Walau demikian gebukan tongkat Rambun tidak membuatnya jera atau kesakitan. Rambun cukup cerdik, ia memukul semua anggota tubuh raja bengis itu, pinggang, perut, kaki dan akhinya pada bagian atas kepala. Mendadak Raja ANgek Garang menjerit keras dan jatuh hingga tewas. Orang-orang yang menyaksikan pertarungan itu bersorak gembira.
Raja ANgek Garang yang kejam itu telah mati. Rambun memerintahkan mereka membuka pintu penjara dan membebaskan semua tawanan. Rambun pun masuk ke dalam penjara. Ditemuinya Lindung Bulan terikat pada rantai. Badannya kurus dan matanya cekung. Keadaannya sangat berbeda dengan cerita Reno Pinang yang mengatakan bahwa ibunya sangat cantik. Rambun memeluk ibunya dengan erat.
Sambil menangis, dia mengatakan bahwa dialah Rambun Pamenan, si bungsu yang ditinggal ketika masih bayi. Keduanya berangkulan dan menangis karena haru bercampur bahagia.
“anakku.. kau anakku sendiri? Si rambun Pamenan?”
“benar bu…! Akulah putra bungsumu!”
Menurut cerita, setelah Raja ANgek Garang mati, rakyat negeri itu meminta Rambun untuk menjadi raja. Akan tetapi, Rambun tidak bersedia menjadi raja di negeri asing. Ia berkata kepada rakyat negeri itu,
“tujuanku kemari hanyalah ingin berbakti kepada ibuku, membebaskannya dari tawanan Raja Angek Garang. Kini tujuanku telah tercapai. Aku akan kembali ke kampung halamanku sendiri, karena disana juga ada orang yang sangat kusayangi”





Comments